Debat calon wakil presiden (cawapres) pada Minggu (21/01) dinilai hanya jadi ajang pamer jargon tanpa benar-benar menyentuh substansi – terutama soal isu energi. Acara itu juga dianggap minim pembahasan mendalam tentang pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di tengah target-target besar memangkas emisi gas rumah kaca dan meredam pemanasan global, menurut pegiat lingkungan dan analis energi.
Cawapres Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, memang sempat mengangkat isu penurunan target porsi EBT di bauran energi nasional – konsumsi energi lintas sektor – dari 23% menjadi 17% pada 2025, serta penundaan implementasi pajak karbon dari 2022 ke 2025. Namun, tidak ada tanggapan lebih jauh dari dua cawapres lain soal isu ini.
Di sesi tanya-jawab, Gibran Rakabuming Raka – yang mendampingi capres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 – bertanya soal cara mengatasi greenflation atau inflasi hijau kepada cawapres Mahfud MD. Sayangnya, itu hanya memicu keduanya untuk saling serang dan sindir. Mahfud menyebut Gibran “mengarang enggak keruan” dan melempar “pertanyaan recehan” yang tidak layak dijawab.
Ketika membahas taget nol emisi pada 2060, Mahfud bahkan bilang itu sebenarnya “masih jauh”.
Ia khususnya menyoroti Gibran yang kerap melempar istilah teknis dan sejumlah gimik yang membuat perdebatan jadi tidak substantif.
“Sangat disayangkan debat itu jadinya terdistorsi,” kata Zenzi kepada BBC News Indonesia, Senin (22/01).
Putra Adhiguna, analis energi dan managing director Energy Shift Institute, mengatakan debat cawapres juga merefleksikan kondisi masyarakat yang belum memberi banyak perhatian pada isu energi.
Yang lebih “laku”, akhirnya, adalah isu sumber daya alam non-energi, misalnya di sektor pertanian, serta masalah hilirisasi atau pengolahan sumber daya mineral seperti nikel.
“Kalau kita lihat masalah energi, sustainability, mungkin hanya 20-30% saja [dibahas dalam debat]. Sisanya berbicara topik-topik lainnya,” kata Putra.
“Kalau berbicara substansi masalah energi dan sebagainya, kalau bicara kedalaman, dari 1-100 itu skalanya mungkin hanya 10 atau 20. Karena yang dinanti oleh publik, tidak hanya dari kalangan generasi muda tapi juga investor, orang ingin menangkap seberapa serius Indonesia dalam investasi hijau, baik di sektor energi ataupun yang lain. Itu yang sangat sulit dibaca dari debat,” ujarnya kemudian.
Apa janji capres dan cawapres soal energi?
Pembahasan lebih utuh soal isu energi bisa ditemukan di dokumen visi-misi para calon presiden dan wakil presiden.
Pasangan Anies Baswedan dan Cak Imin, misalnya, secara spesifik mengangkat isu ketahanan energi di poin misi pertamanya.
Mereka berjanji mendorong pengembangan EBT, terutama panas bumi, serta membuka peluang bagi masyarakat untuk memproduksi sendiri EBT dan memasarkannya ke PLN.
Mereka pun ingin mendorong inovasi pembiayaan EBT, perdagangan karbon, dan penggunaan kendaraan umum listrik, serta membentuk dana abadi untuk riset EBT.
Mereka bermaksud mengembangkan pembangkit tenaga angin, surya, dan panas bumi, serta menjalankan program biodiesel dengan campuran minyak nabati 50% atau B50 pada 2029.
Mereka berjanji akan merevisi semua aturan yang menghambat investasi di sektor EBT.
Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud memasang target untuk menaikkan porsi EBT di bauran energi nasional hingga 25-30% pada 2029, termasuk dengan mempercepat pemanfaatan berbagai pembangkit EBT, menghentikan penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru, serta menghentikan secara bertahap PLTU yang ada.
Mereka juga berniat mendorong program pembiayaan hijau serta penggunaan transportasi umum berbasis listrik dan bioenergi.